Sabtu, 27 Maret 2010

Filsafat Ilmu ONTOLOGI,,EPISTIMOLOGI,,AKSIOLOGI

Ontologi Ilmu,

meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafati tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being). Faham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, faham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang pada akhirnya akan menentukan pendapat bahkan keyakinan terhadap masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) “ada” sebagaimana manifetasi kebenaran yang akan dicari.


Epistemologi ilmu,

meliputi sumber, sarana dan tata-cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan dipilih. Akal ((Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal adanya model-model epistemologi seperti, rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologi beserta tolok-ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti teori koherensi, korespondensi, pragmatis, dan teori intersubjektif.


Aksiologi meliputi,

nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dapat dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik, ataupun dunia material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine quanon yang wajib dipatuhi dalam berbagai kegiatan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Dalam perkembangannya Filsafat Ilmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan Ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, akan tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan umat manusia. Dalam konteks strategi tersebut, paling tidak ada tiga pendapat yang dapat dijumpai:


Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkembang dalam otonomi dan tertutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan; “Science for the sake of science only” merupakan semboyan yang didengungkan. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya memberikan refleksi, bahkan juga memberikan justifikasi. Dengan ini ilmu cenderung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideologi. Ketiga, adanya pandangan yang melihat bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberikan pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualisasi; “Sciencefor the sake of human progress” adalah pendiriannya. Bersamaan dengan itu, sebagai dampak pengaruh globalisasi baik positif maupun negatif serta adanya urgensi untuk mengembangkan ilmu yang tidak dapat dielakkan, tidak hanya atas dasar metodologi yang dibatasi oleh context of justification, melainkan juga atas dasar heuristik yang bergerak dalam context of discovery.


Kesimpulan


Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan. Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam dirinya. Dengan memahami Filsafat Ilmu, berarti memahami seluk-beluk ilmu yang paling mendasar sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan perkembangannya, keterjalinan antar (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, simplifikasi dan artifisialitasnya. Memasukkan mata kuliah Filsafat Ilmu ke dalam kurikulum adalah tepat, dalam kerangka peningkatan mutu akademik. Sebab filsafat ilmu adalah implisit dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi, dan implisit dalam paradigma “manusia Indonesia sutuhnya” yang di dalam penalarannya pertama-tama dan terutama harus mampu dan sanggup melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar, ke kawasan untuk memahami hakikat ilmu sampai batas ultimate. Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi seorang filsuf, akan menjadikan masing-masing orang sebagai ilmuwan atau sarjana yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai dan mandeg dalam kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar